Langsung ke konten utama

RHEUMATID ARTHRITIS atau REMATIK

 RHEUMATID ARTHRITIS (REMATIK)

1. DEFINISI

Kata arthritis berasal dari dua kata Yunani. Pertama, arthron, yang berarti sendi. Kedua, itis yang berarti peradangan. Secara harfiah, arthritis berarti radang sendi. Rheumatoid arthritis (RA) adalah peradangan sistemik kompleks yang kondisi yang awalnya bermanifestasi sebagai pembengkakan simetris dan sendi lembut tangan dan/atau kaki.

2. ETIOLOGI

Penyebab pasti masih belum diketahui secara pasti dimana merupakan penyakit autoimun yang dicetuskan faktor luar (infeksi, cuaca) dan faktor dalam (usia, jenis kelamin, keturunan, dan psikologis). Diperkirakan infeksi virus dan bakteri sebagai pencetus awal RA. Sering faktor cuaca yang lembab dan daerah dingin diperkirakan ikut sebagai faktor pencetus.

3. PATOFISIOLOGI 

Reaksi autoimun terjadi di jaringan synovial, dan kerusakan sendi terjadi mulai dari proliferasi makrofag dan fibroblast synovial. Limfosit menginfiltrasi daerah system dan terjadi proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Respon imun melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik. Peran sel T pada RA diawali oleh interaksi antara reseptor ssel T dengan share ystem dari major histocompability complex class II (MHCII-SE) dan peptide pada antigen-presenting cell (APC) pada system atau sistemik namun peran sel B dalam imunopatologis RA belum diketahui secara pasti (Suarjana, 2009).

4. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala rheumatid arthritis yakni inflamasi, kekakuan sendi, hambatan gerak persendian, terbentuknya nodul-nodul pada kulit diatas sendi yang akan teraba lebih hangat dan bengkak sehingga akan mempengaruhi lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya.

5. TERAPI NON FARMAKOLOGI DAN FARMAKOLOGI

A. TERAPI NON FARMAKOLOGI 

Terapi okupasi dan fisik dapat membantu pasien mempertahankan fungsi sendi, memperluas jangkauan gerak sendi, dan memperkuat sendi dan otot melalui latihan penguatan. pasien dengan kelainan bentuk sendi dapat mengambil manfaat dari penggunaan mobilitas atau alat bantu yang membantu meminimalkan kecacatan dan memungkinkan aktivitas kehidupan sehari-hari yang berkelanjutan. Bila perlu, pasien harus juga diberi konseling tentang manajemen stres (yaitu, perilaku kognitif terapi ioral, pengungkapan emosi). Dalam situasi di mana penyakit telah berkembang menjadi bentuk yang parah dengan erosi sendi yang luas. operasi untuk mengganti atau merekonstruksi sendi mungkin diperlukan.

B. TERAPI FARMAKOLOGI

Algoritma Terapi

Gambar 1. Algoritma terapi

1. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARD)

memiliki potensi untuk mengurangi kerusakan sendi, mempertahankan integritas dan fungsi sendi dan pada akhirnya mengurangi biaya perawatan dan meningkatkan produktivitas pasien AR. Obat obat DMARD yang sering digunakan pada pengobatan AR adalah MTX (metotreksat), sulfasalazin, klorokuin, siklosporin, leflunomide.

Gambar 2. DMARD

2. Agen biologik

Beberapa DMARD biologik dapat berkaitan dengan infeksi bacterial yang serius, aktif kembalinya hepatitis B dan aktivasi TB. Mengingat hal ini, perlu pemeriksaan awal dan pemantauan serius. dimana Indonesia merupakan daerah endemis untuk Tb, maka skrining untuk Tb harus dilakukan sebaik mungkin (termasuk tes tuberkulin dan foto toraks). Efek samping DMARD biologik yang lain adalah reaksi infus, gangguan neurologis, reaksi kulit dan keganasan.  

Gambar 3. DMARD Biologik

3. Kostikosteroid 

Kortikosteroid oral dosis rendah/sedang bisa menjadi bagian dari pengobatan AR, tapi sebaiknya dihindari pemberian bersama OAINS sambil menunggu efek terapi dari DMARDS. Berikan kortikosteroid dalam jangka waktu sesingkat mungkin dan dosis serendah mungkin yang dapat mencapai efek klinis. Dikatakan dosis rendah jika diberikan kortiksteroid setara prednison < 7,5 mg sehari dan dosis sedang jika diberikan 7,5 mg – 30 mg sehari. Selama penggunaan kortikosteroid harus diperhatikan efek samping yang dapat ditimbulkannya seperti hipertensi, retensi cairan, hiperglikemi, osteoporosis, katarak dan kemungkinan terjadinya aterosklerosis dini.

4. OAINS (obat Anti Inflamasi Non Steroid) 

Diberikan dengan dosis efektif serendah mungkin dalam waktu sesingkat mungkin. Perlu diingatkan bahwa OAINS tidak mempengaruhi perjalanan penyakit ataupun mencegah kerusakan sendi. Pemilihan OAINS yang tergantung pada biaya dan efek sampingnya. Cara penggunaan, monitor dan pencegahan efek samping dapatdilihat lebih detail pada rekomendasi penggunaan OAINS. Kombinasi 2 atau lebih OAINS harus dihindari karena tidak menambah efektivitas tetapi meningkatkan efek samping.


Daftar pustaka :

Susan P. Bruce. 2016. Pharmacotherapy Principle and Practice. Mc Graw Hill Education : New York. 

Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2014.Diagnosis dan Pengelolaan arthritis Rheumatoid. 


Jika ada pertanyaan bisa komen ya...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalur biosintesis metabolit sekunder

 Jalur biosintesis metabolit sekunder dalam tumbuhan dapat dibagi menjadi 3 jalur yaitu: 1. Jalur asam asetat (Acetate Pathway) 2. Jalur asam sikimat (shikimic acid pathway) 3. Jalur asam mevalonat dan deoksisilulosa (mevalonate acid and deoxyxylulose pathway) Gambar 1. Jalur biosintesis metabolit sekunder  1) Jalur Asam Asetat Asetil KoA dibentuk oleh reaksi dekarboksilasi oksidatif dari jalur glikolitik produk asam piruvat. Asetil Ko-A juga dihasilkan oleh proses β-oksidasi asam lemak, secara efektif membalikkan proses dimana asam lemak itu sendiri disintesis dari asetil-KoA.  Metabolit sekunder penting yang terbentuk dari jalur asetat meliputi senyawa fenolik, prostaglandin, dan antibiotik makrolida, serta berbagai asam lemak dan turunan pada antarmuka metabolisme primer / sekunder. 2) Jalur Asam Sikimat Asam shikimat diproduksi dari kombinasi fosfoenolpiruvat, jalur glikolitik antara,dan erythrose 4-fosfat dari jalur pentosa fosfat. Reaksi siklus pentosa fosfat dapat digunakan untu

Contoh Soal Farmakokinetika

Suatu dosis tunggal iv dari antibiotik baru diberikan kepada seorang wanita dengan berat badan 50 kg dengan dosis 20 mg/kg BB. Cuplikan darah diambil secara berkala dan ditentukan kadar obat dalam darah, dan didapatkan data sebagai berikut :  A. Gambarkan pada kertas grafik semilogaritma model kompartemen data tersebut B. Tentukan harga k, t½, dan Vd obat tersebut Jadi, data tersebut mengikuti reaksi orde 1 karena hasil R² pada orde 1 menunjukkan angka 1. Harga k Y = -bx + a Y = -0,6895x + 1,6018 Slope (b) = -k K = 0,6895/jam Harga t½ t½ = 0,693/k 0,6895 = 0,693/k K = 1,005 jam Vd Cp0 = ln-1 Intersept Cp0 = ln-1 1,6018 Cp0 = 4,9619 mg/L Vd = DB0/Cp0 Vd = (50 kg x 20 mg/kg bb)/4,9619 Vd = 1000/ 4,9619 Vd = 201,57 L Jika ada yang ditanyakan atau masih bingung, bisa komen ya